One Page Love
Episode 1 Bagian 1
Judul lain : Ichi Page No Koi
Pemeran :
1. Hashimoto Kanna (Kyou Kara Ore Wa) sebagai Mizusawa Akari
2. Itagaki Mizuki sebagai Morita Ikumi
3. Hamada Tatsuomi (Ultraman Geed) sebagai Daiyowa/ Yamato
4. Furukawa Yuki (Ittazura Na Kiss 1&2 / Love in Tokyo 1&2) sebagai Hoshino/Yuri
4. Ono Ito sebagai Kobashi Natsuki
Episode 1
"Satu halaman. Hanya dari satu halaman saja. Perasaanku yang bergejolak, selalu ku tuangkan dalam gambar. Begitupun debaran hatiku yang pertama kali. Beserta kepiluan yang menyakiti dadaku. Juga Kebaikan yang melimpah ruah. Di tambah dengan godaan yang datang menerjang, dan seiring dengan keberanian untuk melangkah.Pada selembar halaman putih bersih ini, seperti apakah dunia yang akan menantiku?" -Misuzawa Akari-
Akari menatap laut dari atas kapal. Gantungan tas berbentuk kelinci miliknya bergerak-gerak tersapu angin.
Saat itu, aku masih belum tahu apa-apa.
"Akari!!" Natsuki menghampiri Akari. Dia pasti akan muncul."
"Namun ini sudah empat tahun lalu," ucap Akari."
"Tenang saja! Soalnya kamu sudah berjanji, kan?"
"Kalau hari ini aku tidak bertemu dengannya, aku akan menyerah."
Yamato datang sambil membawa minuman untuk kedua temannya. "Woi! Kenapa kalian malah asyik sendiri?"
"Ah! Jangan mengganggu sesi bincang-bincang cewek," kata Natsuki.
"Oh jadi begitu? Ya sudah! Enggak akan ku berikan ini," ujar Yamato sambil membawa pergi minuman yang tadi dia bawa.
Natsuki mengejarnya. "Lah kenapa?"
"Dih! Kamunya yang tadi enggak boleh. Aku beli ini kan buat diriku sendiri."
Akari hanya tersenyum melihat tingkah kedua temannya. Dia lalu turun ke lantai bawah kapal. Angin laut membelai rambut panjangnya. Dia menoleh ke samping saat mendengar suara wanita tertawa. Wanita itu datang dengan dengan seorang lelaki (Hoshino). Hoshino menyuruh wanita itu menghadap ke arahnya. Dia hendak menciumnya. Akari terbelalak melihatnya. Hoshino mengurungkan tindakannya karena merasa ada yang memperhatikannya. Dia menoleh dan melihat Akari. Karena malu, wanita yang bersama Yuri berlari pergi. Hoshino hanya tersenyum santai melihatnya.
Hoshino tersenyum pada Akari. "Maaf ya." Dia pun pergi.
***
Pulau Uki Jima
Akhirnya kapal yang dinaiki Akari pun berlabuh di Pulau Uki Jima.
Empat tahun silam, aku jatuh cinta di sini.
Dan kita di bawa mundur ke masa empat tahun yang lalu. Saat itu, Akari sedang asyik menggambar di pantai. Tiba-tiba buku gambar dan alat warnanya jatuh ke pasir. Seorang pria datang dan mengambilkan buku gambarnya. Dia menatap sejenak gambar pantai yang di buat Akari, lalu menyerahkan buku itu pada Akari.
"Ini."
"Terimakasih."
Pria itu pergi begitu saja meninggalkan Akari. Tapi kemudian dia berbalik. "Sungguh indah, ya."
"Eh?"
"Gambarmu." Pria itu tersenyum pada Akari. Akari terpana melihatnya.
Jatuh cinta pada Ikumi, pria yang berasal dari pulau ini.
Beberapa saat kemudian, Akari dan Ikumi sudah terlihat akrab. Mereka bermain lempar batu ke pantai sambil tertawa-tawa.
Setelah dari pantai, Akari mengajak Ikumi bermain Gacha (jadi kita masukin uang ke kotak permainan Gacha trus ntar dapet bola yang isinya boneka kecil).
"Kelinci kebahagiaan itu artinya apa?" Tanya Ikumi saat melihat stiker di mesin Gacha.
Karena gagal tidak mendapat bola yang dia inginkan, Akari hendak mengambil uangnya lagi di dompet. Ikumi memegang tangannya bermaksud melarang Akari main lagi. Tapi keadaan malah jadi canggung karena sentuhan tangan mereka. Ikumi akhirnya menarik tangan Akari. "Ayo pergi dari sini."
Hanya bisa bersamanya saja bisa membuatku bahagia. Dia telah banyak mengukir senyuman di wajahku. Dan memberiku kebahagiaan yang tidak terkira. Akan tetapi,,,,
Kembali ke masa sekarang. Akari dan kedua temannya mendatangi tempat Ikumi. Tapi sepertinya rumahnya kosong. "Kenapa dia tidak ada lagi ya?" ucap Akari sedih.
Malam harinya, Yamato dan Natsuki membeli makanan di pantai yang begitu ramai. "Akan bagus kalau dia bertemu dengan pujaan hatinya," ujar Yamato. "Tapi apa tidak apa-apa dia pergi sendirian?"
Akari sepertinya sedang naik ke bukit. Dia membawa lampu petromak sebagai penerangan.
"Mungkin seharusnya kita ikut dengannya," sambung Yamato.
"Pendusta!" ucap Natsuki dengan wajah sedih.
"Eh?"
"Padahal kamu berharap dia tidak ketemu dengan lelaki itu kan."
"Itu tidak benar," sangkal Yamato.
Akari sampai di atas bukit. Dia berputar memandangi tempat di sekitarnya. Dia tersenyum melihat pemandangan Pulau Uki Jima di bawahnya. Akari duduk di tanah. Dia menatap boneka kelinci kecil yang tergantung di tasnya dengan wajah sedih. Dia teringat kenangannya bersama Ikumi di tempat itu.
Dulu, Akari dan Ikumi pernah datang ke tempat itu di malam hari yang gelap dengan membawa petromak. Mereka menatap langit malam yang bertabur bintang.
"Hebatnya!' ucap Akari takjub.
"Iya,kan? Di sini tempat kesukaanku." Ikumi mengusap-usap tanah lalu menyuruh Akari duduk. Merekapun duduk berdampingan sambil menatap bintang.
"Kamu setiap tahunnya melihat ke sini?"
"Tidak juga. Hujan meteornya itu empat tahun sekali."
"Oh begitu. Syukurlah kita bisa melihatnya bersama," ucap Akari senang.
Ikumi memberikan gantungan kelinci. "Akari! Ini kuberikan padamu."
Akari agak terkejut melihatnya. "Hah! Ini kan.... Jadi begini, Ikumi,,," Akari mengambil gantungan yang sama dari dalam tasnya. Ikumi tertawa melihatnya. Akari meminta Ukumi menyimpan miliknya, sementara dia menyimpan kelinci dari Ikumi. Mereka berdua saling tersenyum.
Akari terpana melihat meteor yang mulai berjatuhan. "Wah hebat! Indahnya!"
Sedangkan Ikumi terpana melihat Akari yang tersenyum manis.
"Akari," panggil Ikumi. Akari menoleh. "Mari melihat ini bersama empat tahun kemudian."
"Tapi kalau aku kembali ke Tokyo, kita akan terpisah jauh. Lalu mana mungkin kamu akan mengingatku."
"Kamu tidak akan kulupakan," jawab Ikumi cepat. Ikumi memalingkan wajahnya dari Akari. Dia terdiam sesaat. "Bisa bertemu dengan orang yang kita sukai, rasanya seperti keajaiban, ya?"
"Eh?"
Ikumi menatap Akari. "Akari! Aku menyukaimu." Mereka pun berciuman di bawah taburan bintang dan hujan meteor.
Klik!
Akari terjingkat saat mendengar bunyi kamera. Dia pikir itu Ikumi. "Ikumi-kun!" Panggil Akari sambil menoleh.
Tapi yang datang ternyata Hoshino. Akari langsung minta maaf karena sudah salah orang.
"Kamu ada janji ketemuan, ya?" Tanya Hoshino sambil mendekat ke arah Akari dan meletakkan tas dan petromax yang dibawanya ke tanah. Dia juga membawa tripod (alat penyangga kamera) dan kamera yang dia gantungkan di lehernya.
"Ah nggak kok."
"Atau kamu dicampakkan pacarmu?" Tanya Hoshino sok tahu tapi benar.
"Kami sudah berjanji. Tapi empat tahun lalu," aku Akari.
Hoshino duduk di samping Akari. "Mau aku temani?"
"Eh?"
Hoshino menghadapkan wajahnya ke arah Akari. "Sebagai ganti orang itu." Dia lalu dengan beraninya hendak mencium Akari.
Sontak Akari mundur dan menghindar. "Duh! Apaan sih kamu!"
"Eh! Enggak boleh?"
"Tentu saja tidak boleh!!"
Hoshino malah tersenyum. Akari memperhatikan wajah Hoshino dan baru sadar kalau pria di depannya adalah orang kepergok dirinya lagi ciuman.
"Kamu kan yang ciuman di kapal feri!"
"Oh! Kamu yang waktu itu."
"Dimana pacarmu?"
"Dia bukan pacarku. Aku enggal hobi punya pacar. Asal itu menyenangkan, ya nggak masalah."
Lagi-lagi Hoshino mau mencium Akari. Kali ini Yuri sedikit mendorong Hoshino lalu dia berdiri dengan kesal. "Kamu kejam, ya!!"
Hoshino masih saja cengengesan. "Wah! Kamu blak-blakan juga ya."
"Yah, habisnya,,,"
Meteor mulai berjatuhan. Akari terpana melihatnya. Di pantai pun, Yamato takjub melihat hujam meteor itu. Sedangkan Natsuki, malah menatap wajah Yamato sambil tersenyum.
Hoshino mengambil gambar hujan meteor dengan kameranya. "Tapi, syukurlah kamu datang kemari," ucapnya.
"Eh?"
"Bukankah kalau kamu tidak datang, kamu akan selalu menyesalinya?"
Hoshino menatap Akari. Yang ditatapnya malah sibuk menatap langit dengan wajah murung. Hoshino mengalihkan kameranya dan memotreti Akari.
Serupa dengan bintang jatuh, cintaku pun jatuh dan menyatu dengan langit musim dingin.
Dan cintanya Akari, Ikumi, sedang menatap langit di suatu tempat.
STORY 1
Akari ketiduran di meja. Kepalanya menindih buku gambarnya dan tangannya masih memegang pensil warna. Ibunya berteriak membangunkannya. Akari terbelalak saat melihat jam di depannya. Dia segera bersiap-siap untuk pergi melamar kerja.
Akari pamit pada ibunya. Dia berjalan melewati restoran keluarga Yamato. Akari menyapa Yamato yang sedang sibuk menurunkan bahan-bahan makanan dari atas mobil.
Bawa buku?" Tanya Yamato.
"Ya."
"Sapu tangan?"
"Ya."
"Terus kalau camilan?"
"Sudah ku bilang. Aku...."
Yamato melempar sebuah coklat pada Akari. "Berjuanglah!!"
"Terimakasih!"
***
Akari melakukan wawancara kerja di sebuah kafe. Dia menunjukkan buku gambarnya kepada kedua pewawancara yang sepertinya meragukan kemampuannya karena dia bukan berasal dari sekolah seni. Saat ditanya mau kerja di bagian apa dan mau mendesain apa, Akari malah bingung menjawabnya.
Wawamcara selesai. Tinggal pewawancara wanita yang masih di sana membereskan barang-barangnya. Tiba-tiba Hoshino datang dan memeluknya dari belakang. "Lisa!" Hoshino berusaha mencium Lisa.
"Tunggu dulu. Kalau ada yang lihat bagaimana?"
Hoshino menyudutkan Lisa ke tembok. "Bukannya nggak masalah?" Hoshino pun mencium Lisa. Mereka tidak mempedulikan dering ponsel Lisa yang terus berbunyi. Setelah merasa cukup, Hoshino melepas ciumannya lalu mengelus puncak kepala Lisa.
Lisa memanggil Hoshino yang hendak pergi. Kali ini malah dia yang mencium Hoshino. Setelah itu dia berbisik di telinga Hoshino. "Kelanjutannya nanti saja,ya?"
Hoshino tidak menjawab. Wajahnya terlihat tidak suka. Lisa pergi. Tanpa sengaja, Hoshino melihat buku sketsa milik Akari yang tertinggal di meja.
***
Natsuki sedang latihan drama. Saat istirahat, pelatihnya menghampirinya dan memuji aktingnya yang semakin bagus. Tentu saja Natsuki senang mendengarnya dan mengucapkan terima kasih.
"Lalu untuk keperluan acara berikutnya, biayanya 50.000 yen."
Senyum Natsuki hilang. Dia mengambil uang di dompetnya dan memberikannya pada pelatih. "Ah! Anu. Sisanya tolong ditunggu ya!"
***
Yamato menyajikan omelet nasi untuk Akari. "Makanan yang ingin kamu makan saat murung, ini kan?"
"Eh? Akari sedang murung?" Tanya Ayah Yamato dari dapur restoran.
"Wawancaraku tidak berjalan lancar."
"Owalah! Wawancara emang selalu begitu. Kalau begitu, biar paman buatkan sesuatu untukmu, oke!"
Yamato buru-buru masuk menghampiri ayahnya. "Ayah! Aku sudah membuatkannya nasi omelet."
Ayah tidak mendengarkan. "Daging lebih baik, kan?"
"Aku sudah menyajikannya padanya, Ayah. Sudahlah! Ayah menjauh sana!" Yamato menarik Ayahnya biar pergi. Akari tersenyum melihat tingkah dua ayah dan anak itu.
"Mungkin aku tidak usah terlibat saja dalam pekerjaan menggambar kali ya?"
"Eh? Kenapa? Bukankah kamu sudah menggambar sejak kecil?"
"Aku memang suka menggambar. Tapi saat wawancara, aku tidak bisa menjawab dengan lancar."
"Itu mah wajar," ujar Yamato berusaha menenangkan Akari. "Semua orang itu tidak tahu jawaban yang pasti, tapi berusaha menjawab dengan pura-pura. Kamu itu orang yang nggak bisa bohong pada diri sendiri sih. Tapi aku mendukungmu kok. Kurasa yang paling penting adalah, kamu bisa bekerja dalam bidang yang kamu sukai."
Mendapat suntikan semangat dari sahabatnya, Akari pun bisa tersenyum lagi. "Terima kasih."
"Sip."
Akari memakan nasi omeletnya dengan lahap. "Enak," ujarnya pada Yamato.
"Iya, kan?"
Akari bertemu dengan Natsuki di kafe Buon Appetito. Dia curhat kalau buku sketsanya hilang.
"Buku gambarmu hilang?" Natsuki melihat gantungan kelinci di tas Akari. "Itu kelinci dari Ikumi? Bukankah kamu bilang mau menyerah?"
"Aku bodoh ya?"
"Tapi kurasa itu sisi positifmu."
Waitress membawakan kopi pesanan mereka yang bergambar boneka salju.
Natsuki memberikan tiket pertunjukkan dramanya pada Akari. Akari memaksa untuk membayarnya, jadi Natsuki mau tidak mau menerima uang dari Akari.
Akari menatap tiket itu. "Kamu hebat, ya? Kamu punya sesuatu yang ingin dilakukan. Kamu juga memiliki impian. Kamu itu keren sekali."
Natsumi terlihat tersenyum kecut mendengar pujian Akari.
***
Malam hari, Natsumi terlihat keluar dari sebuah restoran (atau hotel?) dengan seorang bapak-bapak.
"Rasanya sangat menyenangkan. Lain kali aku akan mengajakmu lagi, ya?" Ucap pria itu lalu memberikan amplop berisi uang pada Natsuki.
Setelah pria tadi pergi, Natsuki membuka amplop dan melihat selembar uang 10 ribu yen. "Aku ini sangat tidak keren, ya?"
Akari menelepon Lisa menanyakan buku gambarnya yang mungkin ketinggalan. Tapi Lisa tentu saja tidak tahu karena buku gambar Akari dibawa Hoshino.
Tiba-tiba seorang pria menghampiri Akari. Dia menawari pekerjaan malam. Pria itu terus mendesak Akari hingga Akari terpaksa mendorongnya. Pria itu pura-pura kesakitan lalu menarik paksa Akari agar ikut dengannya.
Beruntung datang seorang pria yang langsung menghajar pria tadi. Dia lalu menarik tangan Akari. Mereka berlari kabur sambil bergandengan tangan.
Akari dan pria itu bersembunyi di balik dinding sebuah kafe. Setelah di rasa aman. Pria itu menoleh pada Akari.
Akari terkejut melihat sosok orang yang menolongnya barusan. "Ikumi-kun!"
Bersambung ke One Page Love episode 1 part 2
3 comments
CeritAnya menarik dan pemilihan bahasanya juga bagus, lanjut dong Min?
Terimakasih 😘
Kok ngga lanjut T-T
EmoticonEmoticon